Risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuat atau tindakan (F.E Saputra , 2016). Resiko yang sudah diketahui dan dilakukan penilaian maka perlu dilakukan upaya pengendalian resiko. Pengendalian risiko ini dilakukan dengan mengurangi kemungkinan (reduce likelihood) dan mengurangi tingkat keparahan (reduce sequence). Pengendalian juga dapat dilakukan dengan mengalihkan risiko seluruhnya atau sebagian (risk transfer) atau menghindar dari risiko (risk avoid). Pengendalian ini dilakukan dimulai dari risiko yang levelnya paling berbahaya terlebih dahulu. ISO 45001, standar internasional untuk SMK3, menjelaskan lima tahap hirarki pengendalian resiko sebagai berikut yaitu eliminasi, substitusi, engineering control, administrative control, dan APD (Alat Pelindung Diri).
Penjelasan 5 Hierarki Pengendalian Resiko :
1. Eliminasi yaitu menghilangkan bahaya secara permanen dari tempat kerja, misalnya dengan menghentikan penggunaan bahan kimia berbahaya atau mengganti mesin lama dengan mesin baru yang lebih aman.
2. Substitusi yaitu mengganti bahaya dengan sesuatu yang kurang berbahaya, misalnya dengan menggunakan cat berbasis air daripada cat berbasis pelarut atau mengganti bahan yang beracun dengan bahan yang tidak beracun.
3. Engineering control / Rekayasa teknik yaitu merancang ulang tempat kerja, proses kerja, atau peralatan untuk mengisolasi atau meminimalkan paparan terhadap bahaya, misalnya dengan memasang pelindung mesin, sistem ventilasi, atau peredam suara, atau dengan mengatur jam kerja dan beban kerja yang sehat.
4. Pengendalian administrasi yaitu menetapkan kebijakan, prosedur, atau aturan untuk mengatur perilaku pekerja terkait dengan bahaya, misalnya dengan melakukan inspeksi keselamatan, pelatihan, safety induction, atau penyediaan instruksi kerja.
5. Alat pelindung diri (APD) yaitu menyediakan perlengkapan yang dapat melindungi pekerja dari dampak bahaya, misalnya dengan menggunakan sarung tangan, masker, helm, atau sepatu keselamatan.
Hierarki pengendalian resiko ini harus diterapkan secara berurutan dari yang paling efektif hingga yang paling kurang efektif. Jika suatu tahap tidak dapat dilakukan atau tidak cukup efektif, maka tahap selanjutnya harus dipertimbangkan. Tujuannya adalah untuk mencapai tingkat resiko yang serendah mungkin yang dapat dicapai secara wajar (as low as reasonably practicable).
Daftar Pustaka :
F. E. Saputra, “ANALISIS KESESUAIAN PENERAPAN SAFETY SI G N DI PT . TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA,” Indones. J. Occup. Saf. Heal., vol. 5, no. 2, pp. 121–131, 2016